Beberapa waktu yang lalu, saya mendapat sebuah kesempatan yang sangat langka untuk dapat menyaksikan konser orkestra yang dipimpin oleh seorang komposer wahid, yaitu Ananda Sukarlan. Sebuah konser sajian musik yang sangat indah karena didukung oleh banyak maestro di bidangnya, seperti Aning Katamsi (soprano), Elizabeth Ashford (flute), Dani Dumadi (solo tenor), Inez Raharjo (violin), dll. Dan beberapa komposisi indah Ananda Sukarlan dimainkan di konser ini, salah satunya adalah “Bibirku Bersujud di Bibirmu”, yang terbaik menurut saya di konser ini.
Bibirku Bersujud di Bibirmu adalah musik tari yang didasari oleh sebuah puisi karangan Hasan Aspahani. Dan tak seperti judulnya, puisi ini jauh sekali maknanya dengan judulnya, tidak ada unsur-unsur sensual di dalamnya. Puisi ini justru menceritakan tentang cinta dan kehancuran yang diinspirasi dari tragedi tsunami di Aceh tahun 2004 lalu, ketika lautan ombak yang membentuk gelombang tsunami jatuh di bibir pantai utara Sumatera.
Bibirku bersujud di bawahmu dimainkan sebagai lagu penutup untuk konser ini, dengan permainan piano dari Ananda Sukarlan, penyanyi sopran Aning Katamsi, violist Inez Rahardjo, dan beberapa penari yang makin mempercantik penampilan lagu ini. Tak hanya sekali saya dibuat diam tertegun di konser ini, lalu berdiri melakukan standing ovation hanya untuk mengapresiasikan perasaan saya tentang bagaimana indahnya lagu-lagu di dalam konser ini. Benar-benar sebuah konser yang megah dan berkualitas.
Siapa yang menangis di dermaga?
Siapa menghangatkan laut dengan airmata?
Siapa yang melambai di atas palka?
Siapa yang menghetakkan kaki berlari ke surut samudra?
Siapa mengarak riak jadi mahagelombang maharaksasa?
Aku semakin tak sanggup, dengar. Dendang itu semakin sayup.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar